Engineer Senior Microsoft Mundur, Bongkar Dugaan Keterlibatan Perusahaan dalam Kekejaman di Gaza

MENYAPANEWS.COM — Seorang insinyur senior Microsoft memilih hengkang setelah 13 tahun mengabdi di perusahaan teknologi raksasa tersebut. Langkahnya menuai sorotan tajam karena disertai tudingan serius bahwa Microsoft masih menjual layanan cloud kepada militer Israel di tengah konflik berkepanjangan di Gaza.

Scott Sutfin-Glowski, yang menjabat sebagai Principal Software Engineer, mengumumkan pengunduran dirinya kepada rekan-rekan pada pekan ini. Dalam surat perpisahan yang dikutip dari CNBC, ia menulis bahwa dirinya tak lagi sanggup menjadi bagian dari sistem yang menurutnya “turut memungkinkan kekejaman terbesar di era modern.”

Mengutip laporan Associated Press, Sutfin-Glowski menyebut militer Israel memiliki setidaknya 635 langganan aktif terhadap layanan Microsoft. Ia menilai, hubungan bisnis tersebut menunjukkan sikap perusahaan yang enggan mengambil posisi moral atas penderitaan warga Gaza.

Pihak Microsoft menolak berkomentar terkait keputusan Sutfin-Glowski, namun isu ini bukan hal baru di internal perusahaan. Selama beberapa bulan terakhir, sejumlah karyawan melakukan aksi protes menentang kerja sama Microsoft dengan militer Israel. Lima di antaranya bahkan dipecat karena dinilai melanggar kebijakan perusahaan.

Pada September lalu, Microsoft sempat menghentikan sebagian layanan untuk salah satu divisi Kementerian Pertahanan Israel. Namun, perusahaan tidak memberikan rincian lebih lanjut. Langkah itu muncul setelah The Guardian melaporkan bahwa Unit 8200—divisi intelijen siber Israel—menggunakan teknologi untuk melacak komunikasi warga Palestina.

Sutfin-Glowski menuding Microsoft sengaja memutus jalur komunikasi internal yang sebelumnya digunakan karyawan untuk menyuarakan keprihatinan terkait penggunaan produk perusahaan dalam operasi militer.

Tak lama setelah pengunduran dirinya, di luar kantor pusat Microsoft di Redmond, puluhan karyawan dan aktivis menggelar aksi damai di bawah spanduk bertuliskan “No Azure for Apartheid.” Mereka mendesak manajemen untuk menghentikan semua kontrak dengan Israel dan mendengarkan aspirasi lebih dari 1.500 karyawan yang sebelumnya menandatangani petisi mendukung gencatan senjata di Gaza.

“Meski gencatan senjata diumumkan hari ini, kekejaman dan pelanggaran kemanusiaan belum berakhir. Pendudukan dan apartheid masih berlanjut,” tulis Sutfin-Glowski dalam penutup suratnya—sebuah kalimat yang kini menggema sebagai simbol perlawanan moral di tengah bisunya industri teknologi atas tragedi kemanusiaan di Timur Tengah. (HF)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *